 |
Wayag on its best |
Tuhan menciptakan begitu banyak tempat-tempat indah di dunia. Tapi,
ketika anda melepaskan pandangan menatap hamparan Wayag dari atas bukit karang
terjal, saat itulah anda akan sangat bersyukur pada Tuhan karena telah
menghadiahkan cinta terindahnya pada negeri ini. Lautan bergradasi biru-tosca
merendam kaki-kaki gunung karst hijau yang berjaga melingkar. Garis pantai
pasir putih mengelilingi bukit-bukitnya, menambah nuansa warna-warni keindahan.
Cakrawala biru luas yang digelayuti awan-awan putih keperakan, terasa mencumbu
dan merengkuh bumi dengan begitu dekat. Keelokan warna, bentuk, cahaya, dan
rasa yang tak terbayangkan sebelumnya. Bahkan mulut ini tak mampu menemukan
lagi kata yang pantas untuk menggambarkan apa yang dilihat oleh mata.
Siapa menyangka tahun ini saya bisa kesampaian
pergi ke destinasi travelling idaman. Spot terbaik di ujung timur Indonesia,
Raja Ampat. Sebagai kejutan, suami saya menawarkan perjalanan ke Raja Ampat sebagai
hadiah ulangtahun saya di Bulan April. Walaupun dengan berat hati harus
meninggalkan anak-anak, saya akhirnya berangkat juga. Saat itu, suatu komunitas
travelling sedang menawarkan paket open trip ke Raja Ampat dengan harga yang
relatif murah. Sekitar 4,5juta per orang selama 5 hari dengan meeting point sorong. Dengan maskapai
penerbangan yang paling murah, kami pun lantas menempuh perjalanan Jakarta –
Sorong. Ya, memang perjalanan ini memaksa kami merogoh kocek cukup dalam.
Mendarat di Bandara Dominique Eduard Osok Sorong,
kami bertujuh dalam rombongan langsung disambut guide perjalanan kami. Kemudian
bertolak ke Waisai dengan menggunakan kapal ferry dari pelabuhan rakyat.
Beberapa spot indah telah diceritakan dalam itinerary yang disiapkan. Salah
satu spot yang membuat saya sangat antusias adalah Wayag. Beberapa kali saya browsing untuk mendapatkan foto Wayag,
dan setiap kali itu pula saya merinding terkagum melihat keindahannya.
 |
Naik speedboat menuju Wayag |
Hari itu, kami bangun pagi-pagi sekali, menunggu
kedatangan Speed Boat yang akan membawa
kami ke kepulauan Wayag. Untuk sampai kesana, kami harus menempuh 5-6 jam
perjalanan, tergantung arus dan cuaca. Walaupun pada saat itu Wayag sedang
ditutup karena adanya sengketa antarsuku, namun guide kami memiliki cara untuk
tetap dapat masuk dengan terlebih dahulu bernegosiasi di pos penjagaan.
 |
Pantai pasir putih di pulau tempat pos penjagaan |
Ketika lambung mulai mual karena goyangan kapal,
guide kami menyampaikan kabar gembira bahwa kami akan segera sampai. Rasa
senang saya mengalahkan pusing yang sedari tadi saya rasakan. Kami pun tiba di
Teluk Kabui, jalan masuk menuju kepulauan Wayag. Bukit-bukit karang aneka
bentuk atau yang biasa disebut karst mulai memenuhi pemandangan di kanan dan
kiri kami. Uniknya, karst tersebut ditumbuhi rimbunnya pepohonan, seperti
layaknya gunung yang tanahnya subur. Bahkan, pada karst yang berukuran
kecilpun, pohon-pohon yang hidup diatasnya tampak menjulang tinggi. Warna
lautan tampak berubah kehijauan,
layaknya danau tenang yang tak beriak. Awan-awan putih berkilau menggantung
rendah di kejauhan. Kami bergerak semakin dalam memasuki hutan karst hijau.
Sensasi keasrian alam mulai memanjakan pandangan mata.
 |
Teluk Kabui |
 |
Gugusan Karst |
Namun, keindahan yang saya temukan itu masih berupa
pengantar saja. Terkadang kita perlu mengubah sudut pandang kita untuk
mendapatkan arti keindahan yang sebenarnya. Semakin ke dalam, warna laut
ternyata berubah cerah. Terlihat air aneka warna, biru muda, tosca, hijau muda,
turquoise dan warna-warni lainnya. Kami pun berhenti di tepi bukit karang yang
merupakan salah satu bukit yang biasa didaki untuk dapat melihat Wayag dari
ketinggian.
 |
Penampakan Wayag dari bawah |
Jalur pendakian terbilang cukup curam, dengan kemiringan 70
derajat. Mendengarnya, saya cukup khawatir, tapi kami tetap naik perlahan.
Guide kami memperingatkan untuk berjalan perlahan mengikutinya, menapak pada
karang yang ia injak, mengingat tanah basah dan licin sisa hujan semalam. Setelah dua puluh menit mendaki perlahan, saya
tertakjub pada pemandangan di pelupuk mata tepat saat saya menapakkan kaki di
puncak Wayag. Pada puncak pertama ini, kita disuguhkan gradasi warna yang luar biasa indah. Dalam kondisi ini, saya benar-benar speechless. Antara terharu, bahagia, sekaligus merasa sangat kecil dihadapan Sang Kuasa.
 |
Keindahan Wayag dari puncak 1 |
Belum puas kami berada di atas puncak, setengah jam kemudian guide mengajak kami untuk turun dan berpindah ke bukit karst yang lain untuk naik ke puncak yang kedua. Saat itu langit memang sudah mulai mendung, sehingga kami harus bergegas takut keburu hujan. Medan pendakian pada bukit yang kedua ini terbilang lebih ekstrem daripada yang pertama. Bukan lagi tanah, tetapi kita harus mendaki batu-batu karang yang tajam dan pipih dengan kemiringan 80 derajat. Beberapa teman memilih untuk tidak naik karena hanya guide kami tidak menyarankannya mendaki jika tidak menggunakan sepatu. Kami mulai naik, dengan kecepatan super lambat. Kami harus menahan beban tubuh
dengan berpijak pada karang yang tajam, dan bergantung pada dahan pohon yang
dapat diraih oleh tangan. Seumur hidup saya belum pernah naik gunung, jadi saya sangat ketakutan saat itu. Takut batu karang yang saya pijak tidak kuat menahan beban tubuh saya dan kemudian saya terjatuh. Ah, horor sekali pikiran jelek saya saat itu. Saat mendaki, seorang
teman perjalanan sempat beberapa kali tergelincir, dan tergores batu karang
dengan luka cukup dalam di kaki dan tangannya. Untunglah, ia masih semangat terus berjalan sampai puncak. Sepanjang perjalanan kami hanya terkagum pada beberapa penduduk lokal yang menemani kami, mereka mendaki dengan cepat dan tanpa alas kaki. Ya, tidak aneh memang, hampir setiap hari mereka menemani tamu mendaki ke puncak bukit.

 |
Keindahan Wayag dari puncak 2 |
Senyum saya terkembang lebar, rasa haru sekaligus bahagia
menyesap di sanubari. Sang Pencipta pasti tengah tersenyum saat melukis
keindahan ini. Ia mengatur gugusan bukit karang berukuran besar berjejer rapi,
berdiri melingkar menyerupai pegunungan hijau. Air yang dikelilinginya tampak
tenang serupa danau tanpa ombak. Kemudian Ia menaruh secara acak gugusan karst
yang berukuran lebih kecil di tengah-tengah danau penuh warna. Pasir putih
memeluk bibir pantai di kaki bukit-bukit karst, memunculkan warna biru muda
penuh gradasi tosca dan hijau muda pada lapisan-lapisan air. Indah, melenakan
dan meluluhkan hati. Tak ingin mata ini mengerjap, berhenti memandang etalase
surga yang menghampar. Sulit bagi saya menemukan satu kata yang tepat untuk
mewakili kesempurnaan ini. Anda harus datang sendiri dan merasakan
kenikmatannya. Kecintaan yang Tuhan lukiskan di atas negeri ini. (Ditulis untuk cerita perjalanan ReadersDigest.co.id)
 |
Beautiful Wayag |
No comments:
Post a Comment